‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata, “Barangsiapa beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang diperbuat lebih banyak daripada kebaikan yang diraih.” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 382)
Pembahasan puasa dari kitab fikih Syafi’i yang sudah sangat ma’ruf di tengah-tengah kita yaitu kitab Matan Al Ghoyah wat Taqrib, disebut pula Ghoyatul Ikhtishor, atau ada pula yang menyebut Mukhtashor Abi Syuja’ atau Matan Abu Syuja. Kitab ini disusun oleh Ahmad bin Al Husain Al Ashfahani Asy Syafi’i yang hidup pada tahun 433-593 H.
Syarat Wajib Puasa ada 3:
- Islam
- Baligh
- Mampu (baik secara akal maupun secara fisik)
Rukun Puasa ada 4:
- Niat
- Menahan diri dari makan dan minum
- Menahan diri dari hubungan intim (jima’)
- Menahan diri dari muntah dengan sengaja
Yang Membatalkan Puasa ada 10:
- Segala sesuatu yang sampai ke jauf (dalam rongga tubuh)
- Segala sesuatu yang masuk lewat kepala
- Segala sesuatu yang masuk lewat injeksi (suntikan) lewat kemaluan atau dubur
- Muntah dengan sengaja
- Menyetubuhi dengan sengaja di kemaluan
- Keluar mani karena bercumbu
- Haidh
- Nifas
- Gila
- Keluar dari Islam (murtad)
Yang Disunnahkan Ketika Puasa ada 3:
- Menyegerakan berbuka puasa
- Mengakhirkan makan sahur
- Meninggalkan kata-kata yang buruk
Diharamkan Berpuasa pada 5 hari:
(1, 2) dua hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha); (3, 4, 5) hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah).
Dimakruhkan berpuasa pada hari meragukan (yaumusy syakk) kecuali jika berpapasan dengan kebiasaan puasanya atau bersambung dengan hari sebelumnya.
Hukum Jima' Ketika Puasa
Barangsiapa yang melakukan hubungan seks di siang hari Ramadhan secara sengaja di kemaluan (muka atau belakang), maka ia punya kewajiban menunaikan qadha’ dan kafarah (membayar denda). Bentuk kafarah-nya adalah memerdekakan 1 orang budak beriman. Jika tidak didapati, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu, maka memberi makan kepada 60 orang miskin yaitu sebesar 1 mud (±0,75 kg).
Meninggal dan masih punya hutang puasa ramadhan
Barangsiapa memiliki utang puasa ketika meninggal dunia, hendaklah dilunasi dengan cara memberi makan (kepada orang miskin), 1 hari tidak puasa dibayar dengan 1 mud (±0,75 kg).
Orang tua yang sudah renta, ibu hamil dan menyusui
Orang yang sudah tua renta (sepuh) ketika tidak mampu berpuasa, maka ia tidak berpuasa. Setiap hari tidak puasa, hendaklah ia memberi makan (kepada orang miskin) seukuran 1 mud (±0,75 kg). Adapun wanita hamil dan menyusui, jika mereka berdua khawatir pada dirinya, maka boleh tidak puasa dan mereka berdua punya kewajiban qadha’. Jika mereka khawatir pada anak mereka, maka keduanya boleh tidak puasa, mereka wajib tunaikan qadha’ dan kafaroh, yaitu 1 hari tidak puasa memberi 1 mud makanan.
Orang sakit dan Musafir
Sedangkan orang yang sakit dan musafir yang melakukan perjalanan jauh, mereka boleh tidak puasa dan mengqodho’ puasanya nantinya
Amalan I’tikaf
I’tikaf itu sunnah yang dianjurkan. Namun disebut i’tikaf jika memenuhi dua syarat yaitu (1) berniat, (2) berdiam di masjid.
Referensi:
Semoga bermanfaat,
Hamamatsu, 28 Shaban 1436 H
0 komentar:
Post a Comment