Para peneliti pada Universitas California, Berkeley, telah memperoleh suatu tonggak sejarah dalam fisika laser dengan menciptakan laser semikonduktor terkecil di dunia dan sanggup menghasilkan cahaya yang dapat terlihat di ruang angkasa dari pada suatu molekul protein tunggal.
Terobosan ini, yang dijelaskan lebih lanjut pada publikasi online jurnal Nature pada tanggal 30 Agustus, membuat dasar baru dalam bidang optik. Tim UC Berkeley tidak hanya saja berhasil menekan cahaya pada suatu rung yang sempit, tetapi juga menemukan cara baru menjaga energi cahaya tersebut dari menghamburnya saat bergerak, dengan demikian memperoleh aksi laser tersebut.
“Pekerjaan ini memecahkan dugaan tradisional tentang batasan laser, dan membuat keuntungan besar terhadap aplikasi dalam biomedikal, bidang komunikasi dan komputer,” kata Xiang Zhang, profesor teknik mesin dan direktur Nanoscale Science and Engineering Center di UC Berkeley, yang didanai oleh National Science Foundation (NSF), dan kepala tim penelitian dibalik pekerjaan ini.
Pencapaian ini mampu membantu mengembangkan suatu inovasi seperti nanolaser yang dapat menyelidiki, memanupulasi dan mengkarateristikkan molekul – molekul DNA; komunikasi berbasis optik beberapa kali lebih cepat dari pada teknologi sekarang ini; dan komputer optikal dimana cahaya menggantikan rangkaian elektronik menyesuaikan dengan kecepatan lompatan dan tenaga pemrosesan.
Sementara hal ini secara tradisional dapat diterima bahwasannya suatu gelombang elektromagnetis – meliputi sinar laser – tidak dapat terfokus melampaui ukuran dari setengahnya panjang gelombang ini, tim peneliti di seluruh dunia telah menemukan suatu cara untuk mengkompres cahaya dibawah lusinan nanometer dengan menyatukannya pada elektron – elektron yang mana secara kolektif bergerak kesana kemari pada permukaan metal. Interaksi antara cahay dan electron – electron yang bergerak dikenal dengan surface plasmons.
Para ilmuwan telah berlomba – lomba untuk membangun laser surface plasmon yang dapat bertahan dan menggunakan eksitasi optikal yang teramat kecil tersebut. Bagaimanapun, sifat resistansi However, pada metal menyebabkan surface plasmons tersebut berhamburan hampir sesegera mungkin setelah dihasilkan dan memiliki suatu tantangan kritis dalam memperoleh penambah dari medan elektromagnetis yang diperlukan untuk melaserkannya.
Zhang dan tim penelitinya mengambil pendekatan baru untuk membendung hilangnya energyi cahaya dengan memasangkan cadmium sulfide nanowire – 1.000 kali lebih kecil dari pada rambut manusia – dengan suatu permukaan perak yang dipisahkan oleh gap pembatas yang hanya 5 nanometer, ukuran dari suatu molekul protein tunggal. Pada struktur ini, daerah gap tersebut menyimpan cahaya didalam suatu area yang 20 kali lebih kecil dari pada panjang gelombangnya. Karena energi cahaya sebagian besar disimpan pada gap non-metalik yang kecil maka kehilangannya dapat secara signifikan dapat ditekan.
Dengan akhir kehilangan dibawah pengawasan hingga keunikannya ini, desain “hybrid”, para peneliti kemudian dapat bekerja pada pengampifikasian cahaya.
“Saat anda bekerja pada suatu skala yang kecil, anda tidak memiliki banyak ruang untuk bermain – main,” kata Rupert Oulton, rekanan peneliti di laboratorium Zhang yang pertama kali menteorikan pendekatan ini tahun lalu dan pemimpin penulis studi ini. “Dalam desain kami, nanowire berperan sebagai kedua mekanisme pembatasan dan suatu amplifier. Ini membutuhkan kerja ganda.”
Menjebak dan mendukung cahaya dalam ruang yang sempit menciptakan suatu keadaan ekstrem yang mana interaksi cahaya dan bahannya sangatlah kuat diubah, penjelasan penulis studi ini. Suatu kenaikkan dalam tingkat emisi cahaya yang spontan merupakan tanda penunjuk dari interaksi berubah ini; dalam studi ini, para peniliti memperkirakan kenaikan enam kali lipat pada tingkat emisi cahaya yang spontan pada ukuran gap 5 nanometer.
Baru – baru ini, para peneliti dari Universitas Norfolk State melaporkan bahwa aksi pelaseran bidang emas pada suatu celupan yang terisi, semacam kerangka kaca yang terbenam pada suatu larutan. Celupan ganda pada bidang emas dapat menghasilkan surface plasmons saat terekspos cahaya.
Para peneliti UC Berkeley menggunakan bahan semikonduktor dan teknologi fabrikasi yang umumnya dipergunakan pada pabrikan elektronik modern. Dengan rekayasa hybrid surface plasmons dalam gap tersebut antara semikonduktor dan metal, mereka mampu untuk menahan cukup lama kuatnya cahaya yang terbatas dimana osilasinya distabilkan kedalam keadaan koheren yang merupakan kunci penting dari karakteristik suatu laser.
“Apa yang menggembirakan khususnya tentang laser plasmonic yang kita demonstrasikan disini adalah bahwa mereka solid dan sangat kompatibel dengan pabrikasi semikonduktor, sehinggan mereka mampu dipompa secara elektrik dan secara penuh terintegrasi pada skala chip,” kata Volker Sorger, seorang mahasiswa Ph.D. student dilaboratorium Zhang pimpinan penulis studi ini.
“Laser plasmon mewakili golongan penggiat dari sumber – sumber cahaya koheren yang mampu pada pembatasan sangat kecil secara ekstrim,” kata Zhang. “Pekerjaan ini dapat menjembatani dunia elektronik dan optic pada panjang skala molekuar sesungguhnya
Para ilmuwan pada akhirnya berharap menyusutkan cahaya pada ukuran panjang gelombang electron, yang mana sekitar nanometer, atau sepermilyar meter, sehingga keduanya dapat bekerja bersama – sama pada kedudukan sejajar.
“Keuntungan optic – optic pada bidang elektronik sangatlah banyak,” tambah Thomas Zentgraf, seorang mahasiswa post-doctoral di laboratorium Zhang dan pimpinan penulis lain dari makalah Nature. “Suatu contoh, peralatan akan lebih bertenaga dan efisien pada waktu bersamaan mereka memberikan kenaikan kecepatan atau bandwidth.”
Sumber :
* http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_fisika/laser-semikonduktor-terkecil-di-dunia/