oleh : Tomy Abuzairi


         Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam menyelenggarakan infrastruktur telekomunikasi. Hambatan geografis yang ada ini menyebabkan ketersediaan layanan telekomunikasi di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, masih sangat sedikit. 

Hal ini dibuktikan dengan adanya fakta bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara, dengan teledensitas (2) yang rendah. Angka teledensitas di Indonesia sendiri masih berada di bawah rata-rata teledensitas negara-negara asia tenggara (ASEAN), dengan teledensitas telepon tetap 6,57 dan selular 28,30 telepon per 100 penduduk (3). Selain itu, berdasarkan data dari Departemen Komunikasi dan Informatika, bahwa pembangunan infrastruktur dasar telekomunikasi  baru mencapai setengah dari jumlah desa yang ada di Indonesia yaitu sejumlah 31.845 desa (4). Dengan kata lain, penetrasi akses layanan komunikasi ke daerah pedesaan masih kurang. Padahal sebagian besar penduduk Indonesia berada di pedesaan dengan jumlah desa diperkirakan lebih dari 7.200 desa yang tersebar di 17.504 pulau.

Salah satu penyebab utama dari sedikitnya layanan telekomunikasi di pedesaan yaitu tingginya biaya investasi untuk membangun layanan telekomunikasi di pedesaan. Investasi oleh penyelenggara telekomunikasi baik itu Capital Expenditure (CAPEX) yang meliputi infrastruktur jaringan seperti base station dan juga Operational Expenditure (OPEX) yang meliputi pemeliharaan infrastruktur dirasakan masih terlalu mahal untuk dilakukan. Berdasarkan data dari Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia tahun 2006, biaya investasi per Satu Sambungan Telepon (SST) yang harus dikeluarkan untuk masyarakat pedesaan dapat mencapai 10 juta rupiah.

Masih mahalnya biaya investasi yang dikeluarkan oleh penyelengara jaringan telekomunikasi tersebut sebenarnya tidak terlepas dari teknologi yang mereka gunakan. Dengan teknologi terdahulu seperti Digital Subsciber line (DSL) dengan kabelnya (wireline) dan teknologi wireless lainnya yang coverage area-nya sempit/terbatas membuat biaya investasi menjadi mahal. Kini dengan adanya teknologi WiMAX, layanan telekomunikasi yang mudah dan murah akan dapat dinikmati masyarakat pedesaan dan juga diharapkan kemajuan desa segera bisa disongsong.

Mengapa WiMAX

WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar yang dibangun berdasarkan standar IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineering) 802.16 yang didesain untuk memenuhi kondisi non LOS (Line of Sight) dan menggunakan teknik modulasi adaptif seperti QPSK, QAM 16, dan QAM 64 (5).

WiMAX menggunakan teknologi Ortogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). OFDM merupakan sebuah teknik multiplexing sinyal dimana sebuah sinyal dibagi menjadi beberapa kanal dengan pita frekuensi yang sempit dan saling berdekatan, dengan setiap kanal menggunakan frekuensi yang berbeda. Dengan menggunakan teknologi OFDM, WiMAX dapat mencapai coverage area yang luas (beberapa mil/sekitar 50-an kilometer) dengan kecepatan tinggi (sekitar 72 Mbps wireless). Sehingga CAPEX dan tarif layanan per bandwidth relatif akan jauh lebih murah dibanding teknologi sebelumnya yang telah digunakan.

Teknologi pendahulunya, yaitu WiFi (IEEE.802.11) yang sekarang masih dipakai di laboratorium, kampus, airport, ruang konferensi sampai coffee shop dan supermarket, hanya mampu menjangkau 20-100 meter dengan kecepatan beberapa puluh Mbps. Karena itulah WiMAX lebih menjanjikan untuk memperluas jaringan murah di pedesaan dibandingkan pembangunan infrastruktur dengan kabel yang cukup mahal. Mungkin inilah yang mendasari komentar para pakar WiMAX internasional, bahwa teknologi WiMAX adalah vital dan sangat cocok untuk diaplikasikan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dimana biaya investasi fixed communication masih tinggi.

OFDM Pada Teknologi WiMAX

OFDM mampu melayani data kecepatan tinggi karena efisiensinya yaitu dengan frekuensi overlapping (tumpang tindih) tapi dengan jaminan tidak rusak karena sinyal dalam setiap subcarrier-nya didesain untuk memenuhi syarat orthogonal (kecuali ada masalah lain seperti frequency offset karena efek Doppler/pergerakan).

Dengan karakter dasar OFDM di atas, dalam Standard WiMAX, OFDM akan mampu mencapai 72 Mbps (data bersih) atau sampai 100 Mbps (data plus bit untuk error correction coding) dalam spektrum 20 MHz. Artinya, OFDM dalam WiMAX mampu mengirimkan 3,6 bps per Hz. Misalnya terdapat alokasi bandwidth sebesar 90 MHz dan diimplementasikan pada frekuensi 2,3 GHz (yaitu 2,3-2,39 GHz), maka diperoleh 6 blok band (yaitu 6 x 15 MHz = 90 MHz). Setelah itu, akan diperoleh kapasitas 6x54 Mbps = 324 Mbps (dengan asumsi seluruh channel ditambahkan dan dengan satu kali frequency reuse). Kemudian dengan sektorisasi, maka total kapasitas suatu base station akan mencapai sekitar 1 Gbps, sebuah kecepatan sangat tinggi untuk wireless access.

Parameter Physical Layer (PHY) Pada Teknologi WiMAX

Ada tiga variant WiMAX PHY yaitu : OFDM 256-carrier, single carrier (opsional) dan 2048 OFDMA (opsional). OFDM 256 dipilih untuk diimplementasikan, yaitu dengan 256 Fast Fourier Transform (FFT) point, guard interval (GI) sebesar = 1/4, 1/8, 1/16, 1/32 dan error koreksinya menggunakan convolutional coding (CC). Teknik modulasinya adalah adaptif (adaptif modulation) untuk BPSK, QPSK, 16QAM dan 64QAM dengan indikatornya dari level CINR (Carrier to Interference plus Noise Ratio). Jika lingkungan jelek atau jauh dari base station dipakai BPSK, sedangkan jika lingkungan baik dipakai 64QAM. Level Bit-Error-Rate (BER) dijaga dengan menggunakan teknik Automatic Repeat Request (ARQ).

Alokasi Frekuensi Pada Teknologi WiMAX

Beberapa negara yang telah memutuskan alokasi frekuensi untuk teknologi WiMAX, yaitu: Eropa pada 3,4 – 3,6 GHz, Korea dengan WiBro-nya pada 2,3 – 2,4 GHz, China 3,3 – 3.4 GHz, dan USA pada 2,5 – 2,7 GHz dan 3,65 – 3,70 GHz.

Khusus untuk Indonesia, Pemerintah melalui badan regulasi telekomunikasi yaitu Dirjen Postel, memutuskan bahwa teknologi WiMAX akan dialokasikan pada 2,3 GHz dengan lebar pita 90 MHz (dengan 6 blok, masing-masing 15 MHz, 6x15 MHz = 90 MHz). 

Penutup ; Pemerataan Layanan Komunikasi

Pemerataan kesempatan untuk mendapatkan informasi masih harus terus diperjuangkan untuk seluruh masyarakat Indonesia. WiMAX sebagai teknologi terkini dalam dunia telekomunikasi mampu menjawab berbagai tantangan akan kebutuhan penyelenggaraan telekomunikasi yang luas dan murah.

Oleh karena itu, dengan menerapkan teknologi WiMAX di Negara Indonesia tercinta ini, akan membuat masyarakat pedesaan dapat dengan mudah dan murah untuk memperoleh informasi dan juga dengan teknologi WiMAX tersebut diharapkan pemerataan pembangunan di pelbagai daerah di Indonesia dapat tercapai sepenuhnya.


Catatan Kaki

(1) Naskah ini ditulis dalam rangka mengikuti XL Award 2009-kategori karya tulis masyarakat umum.

(2) Teledensitas (teledensity) merupakan rasio pengguna jaringan telekomunikasi berbanding dengan jumlah populasi penduduk.

(3) International Telecommunication Union 2006. 

(4) Sambutan Kebijakan TI oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, pada "Workshop Nasional Konvergensi Jaringan dan Layanan Telekomunikasi, Jakarta 9 Desember 2009".

(5) www.standards.ieee.org


Referensi

Buku 

Wibisono, Gunawan dan Gunadi Dwi Hantoro. 2007. WiMAX Teknologi Broadband Wireless Access (BWA) Kini dan Masa Depan. Jakarta : Informatika.