Inherent Sales Speak Skills : Menghapus Rintangan Psikologis Untuk Berani ‘Jualan’...

, , No Comments
 

Tidak banyak yang menyadari bahwa salah satu skills paling dasar yang kita miliki dan terus kembangkan sejak kita lahir adalah skills ‘jualan’, mungkin ini pula  mengapa bandwidth paling lebar dari pintu rizki juga adanya di jual beli ini -  9 dari 10 pintu rizki adanya di perniagaan/jual-beli. Bahkan tidak tanggung-tanggung, ketika Allah menawarkan ultimate rizki kepada kita, Allah-pun mengajak kita untuk ‘berjual-beli’ : “ Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”. (QS 9 :111). 


Karena pentingnya skills jual-beli ini, maka kita-pun dibekali oleh Allah untuk terlatih melakukannya sejak hari pertama kita dilahirkan dari rahim ibu kita. Sales speak pertama kita adalah ketika kita menangis – kemudian buah dari sales speak pertama ini kita memperoleh rizki berupa air susu ibu kita. Ketika kita memasuki dunia anak-anak, kita-pun mulai pandai membuat berbagai sales speak sehingga memperoleh sepatu baru, tas sekolah baru, baju baru, dlsb.




Ketika kita remaja, kitapun tambah pinter lagi membuat sales speak yang indah-indah. Dari sales speak yang indah inilah kita menaklukkan hati calon ibu/bapaknya anak-anak. Dengan ‘speak’ yang indah pula kita meluluhkan hati (calon) mertua – sehingga anaknya bisa menikah dengan kita.

Berbekal dengan segudang latihan tersebut, maka pekerjaan ‘menjual’ seharusnya menjadi pekerjaan yang paling kita kuasai ketrampilannya. Tetapi ironinya adalah, justru di pekerjaan menjual inilah yang paling sering menjadi hurdle atau rintangan ketika seorang ingin memulai usaha. Mengapa ini terjadi ?

Pertama adalah karena kita tidak menyadari adanya potensi atau ketrampilan yang sangat dasar yang telah kita latih sejak lahir tersebut diatas. Ketrampilan jualan sesungguhnya adalah keterampilan yang inherent atau bawaan kita sejak kita lahir.
Kedua adalah efek dari terjajahnya kita selama 350 tahun oleh Belanda. Secara politis penjajah dahulu mengkapling-kapling pekerjaan bagi negeri jajahannya ini. Jual beli adalah milik kelompok minoritas dan (keturunan) bangsa pendatang. Sedangkan tokoh-tokoh penting pribumi yang mewakili mayoritas penduduk negeri ini sejak dahulu – dijadikan priyayi agar kelompok mayoritas ini mudah dikendalikan untuk meminimisasi potensi pemberontakan. Dampak dari pemilahan pekerjaan oleh penjajah ini menular sampai ‘tujuh turunan’ berikutnya, bahwa secara psikologis mayoritas penduduk pribumi negeri ini merasa lebih comfortable untuk menjadi priyayi – atau pegawai sampai sekarang. Akhir dari ‘penyakit tujuh turunan’ ini mudah-mudahan berada pada jaman kita sekarang. Kalau generasi orang tua kita masih lebih suka anaknya jadi priyayi atau lebih khusus lagi menjadi pegawai negeri, di jaman kita sekarang – insyaallah kita sudah lebih terbuka terhadap pekerjaan yang dipilih oleh anak-anak kita. 
 


Momentumnya adalah era teknologi ini, dimana  jualan bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih comfortable, tidak harus kita berpanas-panas di pasar atau berjalan dari door to door untuk menawarkan dagangan kita. Jualan bisa dilakukan dengan teknologi standar yang rata-rata kini sudah ada di rumah-rumah kita, bahkan istri-istri kitapun bisa melakukan dengan baik tanpa harus meninggalkan tugas utamanya di rumah.

Berlatih  jualan ini perlu kita lakukan karena dahulu di jaman sahabat dari kalangan muhajirin  - mereka ringan untuk berhijrah – bahkan ketika harus meninggalkan seluruh harta bendanya di Mekah sebagaimana diceritakan di Al-Qur’an “(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS 59 : 8) , selain faktor keimanannya, dalam tataran ikhtiar – mereka rata-rata adalah juga kaum pedagang. Dari keimanan dan faktor ketrampilan berdagang inilah mereka sigap memahami dan meresponse tawaran ‘berniaga’ ketika Dia menawarkan dalam firmanNya “ ... maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?...” (QS 61 :10). Mau ya Allah, aku mau....

sumber:

0 komentar:

Post a Comment